Selasa, 14 Juni 2016

Kitab Suci dan Doa dalam Keluarga Katolik

PERAN KITAB SUCI  DALAM KELUARGA KATOLIK

PENDAHULUAN

Kita tidak bisa menjadi seorang katolik yang baik tanpa Yesus Kristus. Sebab Yesus adalah “jantung” kehidupan orang Katolik. Oleh karena itu, kualitas seorang beriman Katolik sangat ditentukan oleh seberapa jauh dia mengenal dan menjalin relasi yang intim dengan Yesus. Seorang yang mengenal dan menjalin relasi yangintim dengan Yesus adalah seorang yang selalu mengikuti perintah, larangan dan teladan yang telah dibuat Yesus selama hidup-Nya. Namun, pertanyaan, apa yang harus menjadi panduan agar orang bisa mengetahui perintah, larangan dan teladan Yesus. Jawabannya adalah Kitab Suci. Dengan demikian maka untuk mengetahui segala perintah, larangan dan teladan Yesus itu, orang Katolik harus selalu membaca Kitab Suci. St. Hironimus secara tegas berkata: “Siapa yang tidak mengenal Kitab Suci, tidak mengenal Yesus.
Setiap orang Katolik pernah ada dan hidup dalamkeluarga. Bahkan, hampir semua orang Katolik selalu hidup dalam keluarga. Oleh karena itu, adalah baik dan sangat tepat bila kelurga-keluarga Katolik sadar dan disadarkan bahwa Kitab Suci adalahi panduan normatif-religius bagi kehidupan kristiani. Dengan kesadaran ini maka Kitab Suci akan menjadi semacam “matahari” yang senantiasa menerangi perjalanan keluarga dalam menelusuri lorong-lorong kehidupan yang terkadang diliputi kegelapan duniawi. Kitab Suci akan menjadi semacam “motor” yang menggerakan kehidupan berkeluarga. Hidup secara biblis berarti hidup menurut ajaran-ajaran Allah yang termaktub secara total dalam Kitab Suci. Kitab Suci ibarat “sumur kehidupan” yang tak pernah kering, tempat di mana keluarga-keluarga Katolik menimba kekuatan-kekuatan rohani.

KITAB SUCI DAN DAYA KONSTRUKTIFNYA: BELAJAR BEBERAPA TOKOH KRISTIANI

Beberapa Pengertian:
Kitab Suci: Istilah ini merupakan terjemahan dari kata Bahasa Latin, dari kata “Sacra” artinya suci atau kudus, dan “Scriptura”, artinya tulisan. Dengan demikian, Sacra Scriptura berarti tulisan suci. Kitab suci diakui sebagai tulisan atau buku suci karena berasal dari Allah dan berisikan hal-ikhwal yang berkaitan dengan Allah.
Alkitab. Istilah Alkitab berasal dari bahasa Arab, dari kata Al – Kitab. Al adalah kata bahasa Arab yang berarti “indah” atau “hebat”. Kitab suci diakui sebagai kitab yang indah atau kitab yang hebat, karena berisikan wejangan dan nasihat untuk hidup dan ditulis dalam banyak buku. Karena itu, Alkitab tidak hanya merupakan satu buku tetapi juga merupakan kumpulan buku atau tulisan (Biblia dalam bahasa Yunani (jamak) dan Latin (tunggal). Alkitab berisikan 46 tulisan dari Perjanjian Lama dan 27 tulisan dari Perjanjian Baru. Seluruhnya berjumlah 73 tulisan.
Perjanjian. Kitab suci juga diartikan sebagai Kitab Perjanjian. Dalam Bahasa Yunani disebut “diatheke”. Awalnya diatheke diterjemahakan sebagai wasiat yang diberikan Allah kepada manusia. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, diatheke lebih diartikan sebagai “perjanjian”.  Disebut perjanjian, karena dalam Kitab suci, kita menemukan perjanjian atau kesepakatan timbal balik antara Allah dan manusia.
Injil. Kitab suci juga sering diartikan sebagai Kitab Injil (Kabar Gembira). Kata injil berasal dari bahasa Yunani, dari kata “euangelion”, artinya kabar baik atau kabar gembira. Kata euangelion berasal dari kata kerja bahasa Yunani, “euangelisesthai”, artinya “mewartakan kabar baik” atau “memberitakan kabar gembira”. Dengan demikian, Injil berarti kabar baik atau kabar gembira tentang keselamatan yang telah menjadi nyata dalam diri Yesus Kristus.

Kitab Suci dan Keluarga Katolik
Kitab suci dan keluarga Katolik sesungguh memiliki korelasi yang sangat erat. Kualitas kekatolikan keluarga Katolik sangat ditentukan oleh seberapa jauh nilai-nilai kitab suci diselami dan dihayati oleh keluarga dalam kehidupan setiap hari. Bila sebuah keluarga Katolik tidak pernah membaca dan menghayati nilai-nilai injili dalam kehidupannya maka ia tidak menjadi keluarga Katolik dalam arti yang sesungguhnya.
Kitab suci memang menjadi begitu penting bagi kehidupan keluarga kristen. Kurang lebih ada beberapa tesis yang mendukung pernyataan ini.
Kitab Suci adalah Sabda Allah dalam bahasa manusia. Kitab suci adalah sabda Allah, kabar gembira Allah, yang mesti didengar dan dialami oleh keluraga Katolik agar cinta Allah itu bisa menjadi kenyataan dalam keluarga.
Kitab Suci adalah surat Cinta Allah kepada keluarga-keluarga Katolik. Kitab suci adalah tanda ungkapan cinta Allah kepada keluarga-keluarga Katolik. Cinta Allah itu ibarat seorang pacar yang menuliskan surat cinta kepada wanita pujaan hatinya. Tetapi, tentunya ungkapan cinta Allah adalah tulus, tanpa batas, tanpa syarat, dan tidak bersifaf gombal sebagaimana yang biasa anak muda jaman sekarang lakukan kepada para wanita belahan jiwanya.
Kitab Suci adalah Terang Kehidupan keluarga Katolik. Sebagai terang kehidupan, kitab suci ibarat “api” yang senantiasa memberikan cahaya bagi keluarga agar bisa melewati lorong-lorang gelap kehidupan. Kitab suci dalam hal ini menjadi semacam panduan normatif-religius untuk mengarahkan pola tingkah laku keluarga Katolik, yakni tingkah laku yang dikehendaki Allah dan sesuai dengan teladan Yesus Kristus.
Kitab Suci adalah Sabda Tuhan, perkataan dan perbuatan Yesus sahabat anak-anak. Kitab suci berisi sabda Tuhan dan perbuatan-perbuatan Yesus yang bisa dijadikan sebagai ajaran iman bagi anak-anak. Dengan membacakan atau menceritakan kisah-kisah yang tertulis dalam kitab suci kepada anak-anak, anak-anak akan lebih mengenal iman katolik dan meneladani dan mengikuti perintah Yesus yang adalah sahabat anak-anak.
Anak-anak sesungguhnya senantiasa belajar dari kehidupannya. Bila ia dibesarkan dalam keluarga yang senantiasa membaca kitab suci maka ia akan berlaku demikian untuk seumur hidupnya. Sebaliknya, jika anak-anak tidak dibiasakan sejakkecil untuk bergelut dengan kitab suci maka sampai menjadi seorang dewasa, anak-anak akantetap berlaku demikian. Mereka melihat kitab suci sebagai sesuatu yang asing dan aneh untuk dibaca.

Pandangan Kristen Tentang Keluarga
Keluarga dalam pengertian Kristen adalah keluarga yang dalam seluruh keberadaannya menunjukkan penghayatan dan pemahaman nya pada Ajaran Kristus.
Keluarga Kristen bukan sekadar sebuah label atau sebuah catatan sensus penduduk, bukan juga sekadar ditunjukkan melalui keikutansertaan dalam ibadah-ibadah gerejawi maupun ibadah rutin lainnya yang diselenggarakan didalam keluarga. Keluarga Kristen tampak melalui tampilan dan karakter tiap-tiap anggota keluarga, terutama hubungan dan komunikasi yang terjalin diantara sesama anggota keluarga.
Secara khusus ada 3 fungsi keluarga menurut Al-kitab,yaitu:
Mewakili Tuhan dalam mengolah alam semesta.
Menjadi lembaga pendidik pertama dan utama.
menjadi wadah bagi anggotanya dalam mengekspresikan cinta, kesetiaan, dan saling menghormati.
Didalam keluargalah manusia pertama kali belajar tentang arti kasih dan penerimaan, kerja sama, toleransi, solidaritas, keadilan, kebenaran, dan empati. Tuhan juga mengkehendaki agar pernikahan menjadi persekutuan yang hidup. Artinya didalam pernikahan tidak boleh dipakai untuk mencari kepentingan pribadi. Pernikahan harus menjadi satu kesatuan, persekutuan yang sejati.
Pesan Allah bagi keluarga jelas,”Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” ( Mat. 19:6)
Keluarga harus menggambarkan komunitas cintakasih. Cinta kasih yang selalu memberikan suasana yang hidup dan menghhidupkan. Jika di dalam keluarga menghadirkan cinta kasih yang menghidupkan, maka keluarga itu adalah keluarga yang dibangun dalam kerangka keselamatan Allah.
Beberapa hal pokok yang dapat menjadi fondasi kuat dalam hidup berkeluarga :
Memprioritaskan Kristus dalam kehidupan mereka.
Sikap saling mengasihi dan saling menghormatidiantara anggota keluarga.
Cinta kasih tanpa batas.Artinya, setiap anggota keluarga memiliki tekad untuk saling berkorban demi keutuhan kehidupankeluarga.
Sikap empati dan simpati antarsesama anggota keluarga.

Belajar dari Beberap Tokoh Katolik
Daya guna Kitab Suci memang tidak diragukan. Berapa banyak pribadi yang semula hanya coba-coba membaca kian meminatinya. Berbagaiperubahan dan sikap hidup pun bisa jadi tampak dalam hidup keseharian mereka. Sebagai Firman Allah, nilai-nilai injili mengalir dan menggenangi arus bawah pikiran mereka, memberi bentuk serta isi pada kata-kata mereka.
Ada beberapa tokoh yang senantiasa menjadi kitab suci sebagai teman hidup dan sumber inspirasi untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
Pertama, St. Klara dari Asisi mendirikan komunitas gadis-gadis yang mau mengatur hidupmereka seturut peraturan St. Fransiskus. la sangat akrab dengan Kitab Suci sehingga teks-teks biblis seolah-olah mencetus keluar secara alami dalam tulisan-tulisannya. Pernah dalam suratnya, ia mendorong sahabatnya, Ratu Agnes dari Bohemia, yang memutuskan pertunangan dengan Kaisar Frederik II, supaya dapat menerima kepapaan injili.
Kedua, St. Agustinus. Karena mendengar seruan “Tole lege, tole lege”, yang berarti “Ambillah danbacalah”, Agustinus pun memungut Kitab Suci dan membacanya. Matanya terpaku pada Roma 13:12-14. Ia tepekur dan tergerak melakuan pembaruan diri. Dari hasil membaca dan merenungkan Kitab Suci, Agustinus membuka diri untuk dibabtis dan menghasilkan karya-karyaterkenal. Salah satu karya terkenalnya adalah “Confessiones”. Ia juga kemudian menjadi seorang pujangga dalam gereja Katolik.
Ketiga, Bob Marley. Siapa sangka dewa musik beraliran reggae ini pernah menuliskan dalam catatan hariannya demikian, “Mereka mengira aku bicara tentang sosialisme, radikalisme, komunisme. Aku tidak berbicara tentang semua itu. Apa yang aku katakan sebenarnya berasal dari Kitab Suci. Mereka mengatakan itu karena mereka tidak pernah membaca Kitab Suci.” Menyimak apa yang dikatakan, ternyata tokoh seunik Bob Marley masih menimba dan menggelontorkan nilai-nilai spiritual dari Kitab Suci dalam hidupnya.
Berdasarkan pengalaman tiga tokoh kristen di atas, dapat dilihat bahwa kitab suci memiliki daya konstruktif yang bisa mengubah hidup orang dari yang tidak baik menjadi baik. Ia menjadi sumber kekuatan dan sumber inspirasi untuk menghadapi pelbagai tantangan dan gejolak dalam hidup ini. Apa yang ditulis dalam kitab suci selalu aktual sepanjang masa. Namun, membaca kitab suci harus senantiasa dibarengi dengan proses interpretasi kreatif, tetapi selalu tetap berada di bawah pengawasan Magisterium Gereja.


PERAN KITAB SUCI DALAM KELUARGA KATOLIK

Kitab Suci: Sumber Iman Anak
Anak-anak sebagai pemangku masa depan gerejaadalah mutiara yang amat berharga bagi gereja. Oleh karena itu, dasar iman mereka harus diperhatikan sedini mungkin. Tanggung jawab untuk memberi dasar iman yang yang baik adalah tugas semua aggota gereja. Tetapi, karena keluarga Katolik adalah tempat pertama dan utama seorang anak mengenal iman katolik, maka ia mesti memberi dasar iman yang benar dan jelas kepada anak-anak. Dasar iman itu bisa ditimba dari sumur kitab suci yang tak pernah kering.
Paus Yohanes Paulus II dan para uskup sedunia, dalam anjuran apostolic Familiaris Consortio, menyatakan empat tugas dan peranan keluarga katolik, yaitu :
Membentuk persekutuan pribadi-pribadi;
Mengabdi kepada kehidupan;
Ikut serta dalam pengembangan masyarakat; dan,
Berperan serta dalam kehidupan dan perutusan Gereja.
Pada intinya, setiap keluarga Katolik dipanggil dan diutus menjadi tempat pendidikan pertama dan utama. Dalam keluargalah anak-anak mulai dididik dalam segala hal : belajar berjalan, belajar duduk, belajar berbicara, belajar berperilaku dan bersikap, belajar makan, dll. Pendidikan di sekolah maupun di tempat-tempat lain hanyalah bersifat melengkapi dan melanjutkan pendidikan di rumah dan dalam keluarga tersebut. Pendidikan yang dimaksud tidaklah hanya pendidikan budi pekerti namun juga termasuk di dalamnya : pendidikan iman. Maka, keluarga disebut juga sebagai basis hidup beriman Katolik.
Setiap keluarga tentu mengharapkan setiap anggotanya menjadi pribadi yang tangguh dan mantap dalam segala hal. Dambaan setiap keluarga itu menggaungkan apa yang dikatakan Bacaan Injil ( Luk 2: 22 – 40 ) tentang Yesus kecil : “Ia bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” Dalam hal ini kita tentu tidak bisa menafikan peran Yusuf dan Maria sebagai orang tua. Mereka berusaha menjadi orang tua yang baik.
Agar dasar iman anak bisa terealisir secara baik maka kerasulan kitab suci oleh orang tua kepada anak-anak adalah sebuah keniscayaan. Intisari dari kerasulan kitab suci bagi anak-anak dalam keluarga adalah agar anak-anak bisa memiliki pertumbuhan spiritual secara biblis. Artinya adalah bahwa segala ajaran iman, moral dan sosial yang terkandung dalam kitab suci dapat terinternalisir dalam totalitas kehidupan seorang anak.
Secara global, ada beberapa tujuan kerasulan kitab suci bagi anak-anak dalam keluarga.
Membantu agar anak-anak bertumbuh-kembang menjadi sempurna Seperti Bapa Sempurna adanya (Mat. 5:48).
Kesempurnaan Bapa mesti menjiwai seluruh kehidupan iman anak agar mereka bisa bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang tangguh baik secara fisik maupun secar spiritual di masa-masa yang akan datang. Apalagi masa depan gereja sangat ditentukan oleh kualitas anak-anak yang nantinya akan menjadi pemangku tugas dan pelayanan gereja di masa yang akan datang.
Menjadi serupa dengan Yesus bertambah besar secara fisik, bertambah hikmat-bijaksana secara intelektual, makin dikasihi oleh Allah secara spiritual, dan dikasihi oleh manusia secara sosial-emosional-afektif.
Intinya adalah menjadi manusia utuh seperti Yesus (Luk. 2:2). Dalam hal ini tugas keluarga adalah untuk menumbuhkan iman anak-anak akan Yesus sebagai sahabat sejati dan Penyelamat, mendorong anak-anak untuk ikut mengambil bagian dalam tugas perutusan Yesus, menumbuhkan kesetiakawanan anak-anak terhadap teman-temannya yang lebih menderita.Namun, agar kerasulan kitab suci untuk anak-anak bisa berhasil. Setiap keluarga juga harus menyadari akan kemudahan dan kesulitan kerasulan kitab suci bagi anak oleh keluarga Katolik. Pertama, kemudahan. Dalam kitab suci terdapat banyak cerita menarik, berisikan tokoh-tokoh idola anak-anak yakni Yesus, Sahabat Sejati. Selain itu, kitab Suci memuat banyak nasihat dan contoh hidup yang mudah diterima dan dipahami oleh anak-anak.
Kesulitan.
Terkadang kitab suci menjadi tidak menarik bagi anak-anak. Hal itu disebabkanoleh beberapa hal.
Bahasa, kata-kata dan kalimat dalam Kitab Suci sulit dipahami oleh anak-anak.
Buku kitab Suci itu tebal, penuh dengan tulisan, tanpa gambar sehingga tidak menarik minat anak-anak untuk membacanya.
Metode penyajian: Kitab Suci diwartakan melalui khotbah yang menjenuhkan.
Pengaruh media komunikasi modern yang mengalahkan Kitab Suci.
Penggunaan alat visualisasi yang kurang kreatif dan kabur.
Dengan mengetahui kemudahan dan kesulitan ini, maka kerasulan kitab suci dalam kelurga harus memperhatikan hal ini dan mencari jalan keluar atasnya. Kreatifitas ayah dan ibu dalam hal ini sangat dituntut dalam menghadapi kesulitan-kesulitan itu. Orang tua mesti berupaya sekeras mungkin agar anak-anak memiliki dasar iman yang kuat dan kokoh. Sebab peletakan dasar iman yang kokoh adalah tanggung jawab orang tua yang diberikan oleh Tuhan. Oleh karena itu, tanggung jawab ini mesti diterima secara betanggung jawab sebab satu saat Tuhan akan meminta pertanggung jawaban atas tanggung jawab yang telah Ia berikan itu.
  Kitab Suci dan Hidup Perkawinan
Kitab Suci pun merupakan sumber mata air yang tidak bisa dihindari dan dilepaskan hidup keluarga Katolik. Sebagai cetak biru, ajaran-ajaran Yesus, Kitab Suci menuntun perkawinan dan keluarga untuk membangun fondasi batu karang yang kokoh (bdk. Mat 7:24-25). Jika nilai-nilai biblis bisa dihidupi dalam kehidupan perkawinan, maka kehidupan perkawinan itu akan menjadi lebih hidup, lebih baik dan lebih elegan.
Namun dalam kenyataan faktual, tidak dipungkiribahwa bangunan hidup perkawinan dan keluarga di zaman moderen sekarang ini sangat dipengaruhi oleh banyak perubahan yang terjadi di masyarakat. Simak saja gelombang arus informasi dan telekomunikasi global, pendidikan,nikah beda agama, relasi suami istri, maupun habitus konsumerisme yang merangsek dan siap melumat hidup perkawinan dan keluarga. Suatu realitas yang tidak dapat dihentikan oleh siapa pun, termasuk keluarga.
Melihat kenyataan ini, seolah perkawinan dan keluarga dihadapkan pada titik terang dan gelap. Di satu sisi ditawarkan segudang harapan dari nasihat-nasihat Injili. Namun di sisi lain, ada nilai-nilai fundamental kehidupan keluarga dirusak oleh persoalan dan masalah. Bila demikian, apakah yang perlu dilakukan oleh pasangan yang akan membangun hidup berkeluarga? Atau, bagaimana keluarga-keluargamempertahankan ikatan perkawinan mereka?
Dalam buku Family Matters – A Bible Study on Marriage and Family dijelaskan bahwa keluarga Katolik dapat menghidupi perkawainan dengan baik jika mereka selalu mendekatkan diri pada Allah. Para keluarga kristen harus “back to basic”. Artinya, keluarga Katolik diajak untuk kembali ke dasar kehidupanannya yakni Allah sendiri. Mereka mesti lebih dekat dengan Allah, yakni dengan menyediakan waktu bersama untuk berdoa dan membaca sabda-Nya. Ibarat bahtera, mereka harus menyediakan waktu sejenak dan menjangkarkan bahtera mereka pada sesuatu yang sangat mendasar, yakni Kitab Suci.Kitab suci dalam hal ini memiliki andil untuk memecahkan pelbagai persoalan dalam kehidupan perkawinan. Kitab suci dapat mengubah rasa frustasi yang mulai menggelayut dalam perkawinan mereka. Dengan membaca kitab suci dan menginternalisir nilai-nilai biblis dalam kehidupan perkawinan, para pasutri tidak saja menemukan gairah baru dalam hidup perkawinan dan keluarga mereka. Mereka bahkanmampu menghidupkan sang waktu. Sikap pro kehidupan pun menonjol dalam hidup perkawinan dan keluarga mereka. Dengan antusias, mereka dapat mencermati dan mensikapi sisi-sisi yang mencemari hidup perkawinan dan keluarga dalam budaya modern secara kritis-rasional dan bertanggung jawab.Harus diakui bahwa kitab suci memliki pengaruh konstruktif bagi Keluarga Katolik sebagai paguyuban-paguyuban terkecil dalam Gereja. Dengan membaca kitab suci, mengiternalisir dan merealisasikannya dalam hidup berkeluarga, keluarga akan semakin kukuh dan bersamaan dengan itu Gereja akan menjadi semakin tangguh. Keluarga yang kukuh adalah keluarga yang berlaku dan bertindak sesuai dengan pesan-pesan injil.
Ciri-ciri keluarga yang selalu berlaku dan bertindak sesuai dengan pesan injil adalah sebagai berikut.
Pertama, saling tunduk, yaitu saling berlaku dengan cara menerima pertanggung-jawaban penuh atas peran mereka yang berbeda. Selalu bersikap rendah hati dalam membangun mahligai perkawinan.
Kedua, saling membangun dalam iman Kristus.
Ketiga, mengajar anak-anak mereka dan orang lain yang tinggal di rumah agar mereka dapat mengenal Kristus.
Keempat, memelihara kelakuan di rumahtangga yang sesuai dengan kesalehan dan ukuran yang diterima pada umumnya.

PENUTUP

Kitab suci memiliki peran yang sangat urgen dalam keluarga Katolik. Kitab suci sesungguhnyaibarat “jantung” yang senantiasa memompa darah iman, moral dan spiritual ke seluruh tubuh keluarga. Oleh karena itu, tanpa kitab suci (tanpamembaca kitab suci), keluarga katolik akan “mati” dalam mengamalkan nilai-nilai kristiani dalam kehidupannya.
Dewasa ini, keluarga katolik senantiasa diterpa oleh badai modernisme. Badai modernisme selalu membawa hal-hal yang misa memporak-porandakan kehidupan keluarga kristen. Oleh karena itu, agar keluarga katolik tidak teracam badai modernisme itu maka keluarga katolik harus senantiasa menjadikan kitab suci sebagai “benteng” yang bisa menahan badai yang membahayakan kehidupan keluarga itu. Keluargakatolik harus selalu membaca kitab suci dan mengamalkan nilai-nilai biblis yang dibaca itu dalam kehidupannya setiap hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

Visi SDI Lento

 EMBED

VISI DAN DAN MISI

SEKOLAH DASAR INPRES LENTO
KECAMATAN POCO RANAKA
KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

VISI                  : TERCIPTANYA PESERTA DIDIK YANG BERKUALITAS, KOMPETETIF DAN BERAKHLAK MULIA
MISI :




TUJUAN :







 EMBED
DESKRIPSI  LAMBANG / LOGO:

Bentuk dasar lambang, perisai persegi lima, sebagai lambang keberanian dalam menghadapi tantangan.
Warna biru mudah: kematangan dan kedewasaaan berpikir, keteduhan hati dan kesejukan jiwa
Di dalam perisai tertulis nama SEKOLA DASAR  INPRES LENTO warna merah sebagai lambang semangat untuk selalu berprestasi
Bintang segi lima  warna kuning, melambangkan sila pertama, siswa dituntut untuk memiliki  akhlak mulia ,keunggulan, keagungan dan kemuliaan
Di dalam perisai ada lambang utama depdikbud, sebagai  bentuk sinergitas SDI Lento dengan kemdikbud Republik Indonesia di Jakarta.
Buku terbuka  dalam lingkaran  melambangkan kemauan untuk belajar giat  menuntut ilmu pengetahuan demi kemajuan dan kesuksesan   siswa secara kompetitif dan siap bersaing dalam kanca dunia.
Lingkaran elips warna coklat, menandakan  bahwa dalam menuntut ilmu harus rendah hati untuk menerima berbagai perubahan dan membingkainya dalam kerangka berpikir yang  logis untuk mencapai kesuksesan
kesuburan, sdi Lento siap membuat siswanya berprestasi dalam berbagai aspek.
Kuning tepi, melambangkan kemakmuran
Padi dan kapas, melambangkan  bahwa muara dari pendidikan di SDI Lento adalah siswa mapu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mudah sehingga mampu bersaing dalam kehidupan  sosial di masyarakat secara cerdas .